TokohKita
Fase Krisis, Ujian Sebenarnya Pemimpin
“Ironisnya lagi, lembaga-lembaga itu dibuat tidak temporer, yang seharusnya temporer. Jika evaluasi kinerja lembaga itu buruk, dibubarkan saja. Ini juga kaitannya dengan pemborosan anggaran.”
Tantangan setiap pemimpin adalah ketika pemerintahannya menghadapi berbagai persoalan, atau masuk pada fase krisis. Dalam konteks ini, hampir semua pemimpin baik itu kepala negara, kepala daerah, menteri maupun kepala dinas-dinas bisa dipastikan berhadapan dengan fase-fase krisis tersebut.
Ujian kompetensi/kemampuan seorang pemimpin itu, salah satunya adalah bagaimana dia mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat tadi melalui sebuah manajemen pemerintahan yang baik. Manajemen inilah yang disebut dengan “manajemen krisis.”
Akan tetapi kecenderungannya, dalam konteks pemerintahan, bahkan sampai di daerah, kepala daerah luput memikirkan tentang bagaimana manajemen krisis. Semisal dengan persoalan-persoalan kemiskinan, tata kelola pemerintahan yang baik, menekan angka pengangguran, atau memetakan potensi ekonomi kreatif.
Nah, manajemen krisis ini memiliki benang merah dengan kepemimpinan. Biasanya, pemimpin tidak mau ambil pusing dengan perubahan kondisi yang sedemikian cepat. Akibatnya, banyak pemimpin yang memilih mengambil kebijakan yang simpel tanpa melakukan kajian mendalam.
Contoh lain pemimpin yang berfikir simpel dalam menyelesaikan masalah adalah pembentukan lembaga-lembaga yang dinilai sebagai “jalan damai” dari potensi konflik. Pembentukan ini akibat adanya ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga resmi yang sudah ada. Jika di tingkat pemerintahan pusat kementerian, sedangkan di daerah dinas-dinas.
Ironisnya lagi, lembaga-lembaga itu dibuat tidak temporer, yang seharusnya temporer. Jika evaluasi kinerja lembaga itu buruk, dibubarkan saja. Ini juga kaitannya dengan pemborosan anggaran.
Ketidakmampuan pemimpin dalam menerapkan manajemen krisis ini, menyebabkan terjadinya failing to connect the dots, tidak ada hubungan antara satu dan lain (mengabaikan interkoneksi/gagal menghubungkan titik-titik. Terjadi pula underestimating the problem (menganggap sepele sesuatu yang kecil).
Padahal ketika periode krisis terjadi, masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang kuat (strong leader). Pemecahan krisis sendiri adalah tindakan cepat dan efektif pada pencegahan yang menghasilkan krisis yang lebih kecil. Usaha pencegahan juga menjamin bahwa persoalan sebenarnya serta dimensinya teridentifikasi dengan benar.
Sebaliknya, penyelesaian krisis akan melawan pertempuran yang salah. Di luar fase pencegahan, pekerjaan manajemen krisis adalah bagaimana penyelesaian masalah tidak berhenti sampai teratasi dan situasi kembali normal, melainkan mengedepankan dampaknya secara jangka panjang. (*)
Oleh: Taufik Moch. Amin, Tokoh Pemuda, Ketua Forum Masyarakat Serpong Peduli (Formasi)